photo AdzanMBJ_zps00f4bb78.gif

Wajibnya Sholat Berjama'ah di Masjid

Shalat lima waktu bersama jama'ah di masjid adalah sebesar-besar ibadah. Telah disebutkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang wajibnya shalat berjama'ah tersebut, di antaranya :
1. "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." (al-Baqarah : 43)

Berkata Hafidz Ibnul Jauzi ketika menafsirkan ayat tersebut, "Yakni shalatlah bersama orang-orang yang shalat." (Zaadul Masir, 1/75)
Berkata Qadli al-Baidlawi, "Yakni bersama jama'ah mereka." (Tafsir al-Baidlawi 1/95)
Berkata Imam Abu Bakar al-Kisani, "Ini adalah perintah untuk ruku' bersama-sama dengan orang-orang yang ruku', dan ini menunjukkan adanya perintah untuk menegakkan shalat berjama'ah. Sedangkan perintah yang mutlak menunjukkan wajibnya perkara tersebut." (Bada'iu ash-Shana'i fi Tartiibi asy-Syara'ii, 1/55)

2. Allah memerintahkan kepada Rasulullah dan para sahabatnya untuk shalat berjama'ah walaupun dalam keadaan khauf (genting), yaitu dalam situasi perang. Hal ini menunjukkan kalau shalat berjama'ah merupakan perkara yang penting dan wajib.

Allah berfirman : "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat untuk mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu raka'at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit, dan siapsiagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu." (an-Nisaa' : 102)

Berkata Ibnul Mundzir, "Ketika Allah perintahkan untuk shalat berjama'ah dalam keadaan khauf, tentunya dalam keadaan aman lebih diwajibkan." (Al-Ausath fie Sunani wal Ijtima'i wal Ikhtilafi, 4/135)
Kalau saja shalat berjama'ah tidak diwajibkan, tentu perang merupakan udzur yang sangat besar untuk meninggalkan shalat berjama'ah.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Sesungguhnya diperintahkannya shalat khauf bersama jama'ah dengan tata cara khusus yang membolehkan perkara-perkara yang pada asalnya dilarang tanpa udzur seperti tidak menghadap kiblat dan banyat bergerak -dimana perkara-perkara tersebut tidak boleh dilakukan jika tanpa udzur dengan kesepakatan para ulama-, atau meninggalkan imam sebelum salam menurut jumhur, demikian pula menyelisihi perbuatan imam seperti tetap berdirinya shaf belakang ketika imam ruku' bersama shaf depan, jika musuh ada dihadapannya. Para ulama berkata, "Perkara-perkara tersebut akan membatalkan shalat jika dilakukan tanpa udzur. Kalau saja shalat jama'ah tidak diwajibkan namun hanya merupakan anjuran, niscaya perbuatan-perbuatan di atas membatalkan shalat, karena meninggalkan sesuatu yang wajib hanya karena sesuatu yang sunnah. Padahal, sangat mungkin shalat dilakukan oleh mereka secara sempurna jika mereka masing-masing shalat sendirian (bergantian). Maka jelaslah shalat berjama'ah merupakan perkara yang wajib."

3. Perintah Rosulullah untuk mendirikan shalat berjam'ah. Diriwayatkan dari Malik Ibnul Huwairits, dia berkata, "Aku mendatangi Nabi Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersama beberapa orang dari kaumku. Kami tinggal di sisi beliau 20 hari. Sungguh beliau adalah seorang yang sangat lembut dan penyayang. Ketika beliau melihat bahwa kami sudah rindu dengan keluarga-keluarga kami, beliau berkata : Kembalilah kalian, tinggallah di tengah mereka, ajarilah mereka dan shalatlah. Jika telah datang waktu shalat, adzanlah salah seorang dari kalian dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian mengimani kalian!" (HR. Bukhari dalam kitab al-Adzan)

Dalam riwayat lain, bahkan beliau memerintahkan untuk shalat berjama'ah walaupun jumlah mereka hanya 3 orang. Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri, ia berkata, "Berkata Rosulullah : Jika mereka bertiga, maka hendaklah mengimani salah seorang dari mereka. Dan yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling pandai membaca Al-Qur'an." (HR. Muslim dalam kitab al-Masajid wa mawadhi'us shalah)
Berkata Ibnul Qayyim, "Sisi pendalilan hadits ini adalah perintah untuk berjam'ah. Dan perintah beliau menunjukkan wajib hukumnya."
Yang lebih menunjukkan wajibnya shalat jama'ah adalah ketika Rosulullah menyuruh orang yang safar untuk shalat berjama'ah sekalipun hanya berdua. "Jika kalian berdua berpergian, maka adzanlah salah seorang kalian kemudian dirikanlah shalat. Hendaklah mengimami kalian orang yang lebih tua di antara kalian!" (HR. Bukhari dalam kitab al-Adzan)

4. Larangan keluar dari masjid setelah Adzan. Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama'ah adalah diharamkannya seseorang keluar dari masjid setelah adzan dikumandangkan, kecuali setelah menunaikan shalat jama'ah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Telah memerintahkan kepada kami Rosulullah : Jika kalian berada di masjid, kemudian diseru untuk shalat (adzan), maka janganlah salah seorang dari kalian keluar hingga selesai shalat."

HR. Ahmad : Berkata al-Hafidz al-Haitsami, "Rawi-rawi imam Ahmad adalah rawi-rawi yang dipakai dalam kitab Shahih." -yakni sahih Bukhari dan Muslim- (Majma' az-Zawaid, 2/5)

Oleh karenanya Abu Hurairah menganggap orang yang keluar dari masjid setelah adzan adalah orang yang bermaksiat. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Sya'tsa, "Kami duduk-duduk di masjid bersama Abu Hurairah, kemudian dikumandangkanlah adzan. Tiba-tiba ada seorang berdiri dan berjalan keluar dari masjid, maka Abu Hurairah mengikuti dengan pandangannya, seraya berkata, "Adapun orang ini telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rosulullah)." (HR. Muslim dalam kitab al-Masajid wa mawadhi'us shalah)
Bahkan Rosulullah menyebut orang yang keluar dari masjid setelah adzan tanpa adanya keperluan sebagai munafik sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah, Rosulullah bersabda, "Tidaklah seorang mendengarkan adzan di masjidku ini, kemudian dia keluar dari sana kecuali ada keperluan, kemudian tidak kembali lagi, kecuali ia munafiq." (HR. Thabrani : Berkata al-Haitsami dalam Majma' az-Zawaid 2/5 : "Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu'jamul Ausath dan rawi-rawinya adalah rawi-rawi yang dipakai dalam kitab Shahih.")

Berkata Imam Ibnul Mundzir mengomentari hadits Abu Hurairah di atas : "Kalau saja seseorang diberi kebebasan untuk meninggalkan shalat berjama'ah atau mendatanginya, maka orang yang meninggalkan sesuatu yang tidak wajib baginya tidak mungkin dihukumi demikian." (al-Ausath fie Sunan wal Ijma' wal Ikhtilaf, 4/135)

0 komentar:

Posting Komentar

www.baituljamil.blogspot.com © 2010-2013